Kata-kata masa kecil tidak akan terulang kembali. “Sekolah
siang, bangun pagi!”
Kalimat nyinyir seorang anak perempuan berusia
sembilan tahun (Aku Kecil) saat dibangunkan oleh bapaknya.
Sang Bapak bukan hanya membangunkan Aku Kecil untuk
Salat Subuh. Melainkan untuk bantu istrinya menyiapkan bahan masakan nasi uduk
yang akan dijajakan pukul enam pagi. Pagi-pagi buta. Saat matahari masih tidur.
Saat anak-anak usia sebayanya masih terlelap.
Sedangkan Aku Kecil harus terjaga setelah Salat Subuh,
berjibaku membantu mama dan bapaknya di dapur. Memarut dan memeras kelapa,
menggoreng bawang, menggoreng kerupuk, menyingkirkan bumbu dapur (lengkuas,
sereh, dan salam) dari nasi uduh yang sudah matang, merapihkan meja, dan menata
lauk-pauk di atas meja dagangan. Nasi uduk, bihun, tempe orek, perkedel, telur
dadar, tempe goreng, telur balado, tahu dan kentang semur, kerupuk, dan bawang goreng
tersaji dan siap menunggu pembeli.
Meskipun meja sudah siap menerima pesanan pembeli. Aku
Kecil belum terbebas dari tugasnya. Dia masih diminta untuk mengirim bungkusan
nasi uduk yang dititipkan ke kantin sekolah terdekat.
Paginya selalu diisi kesibukan yang tidak menyenangkan untuk anak seusianya. Tambah lagi jika melihat adik lelaki yang berbeda dua tahun darinya masih di tempat tidur. Sedangkan kakak lelakinya hanya membantu seala kadar.
Kenangan tidak menyenangkan seperti itu kadang
menggelitik memori saat tanpa sengaja membuka diary. Rasanya masih jelas
teringat tidak enaknya menjadi anak perempuan diantara dua lelaki. Semua rasa
iri, kesal, dan kecewa terangkum jadi satu dalam buku diary.
Namun, pada akhirnya Aku merasa bangga pada Aku Kecil. Meskipun menggerutu setiap pagi. Merasa iri kepada kakak dan adik yang tidak dibebani pekerjaan rumah, tetapi Aku Kecil tetap mengerjakannya. Tetap menyelesaikan titah dari bapak dan mama.
Bahkan berawal menemani mama dagang, Aku Kecil mulai membaca koran-koran bekas. Cerita tentang Doyok dipojokan koran. Berita-berita kriminal atau cerpen dalam koran menjadi satu-satunya hiburan. Bahkan jika beruntung akan bertemu Nirmala dari Negeri Dongeng dalam Majalah Bobo bekas diselipan kertas pembungkus nasi uduk. Berawal dari membaca, terbitlah keinginan menulis. Menulis apa saja yang tidak dapat tersampaikan oleh lisan.
Menulis Menepis Rasa Insecure dari Kemiskinan di Masa Kecil Seorang Dwi
PESAN UNTUK DIRIKU DIMASA KECIL
Tanpa perjuangan Aku dimasa kecil. Rasanya mustahil
menjadikan Aku dimasa sekarang. Seorang Dwi yang banyak membuat karya tulis
berbentuk cerpen, artikel, atau untuk content media. Seorang yang karya
tulisnya berhasil mencapai sesuatu diluar ekpektasi Aku sekarang.
Maka izinkan Aku dimasa sekarang. Mengucapkan terima
kasih kepadamu wahai Aku Kecil. Pesan untuk diriku sendiri.
TERIMA KASIH SUDAH BERJUANG MENUNTUT ILMU SELAMA DUA BELAS TAHUN
Menuntut ilmu pada tahun 90-an tidak semudah seperti
beberapa tahun belakangan ini. Khususnya bagi warga DKI Jakarta yang memiliki
program Kartu Jakarta Pintar (KJP).
KJP merupakan program pemerintah daerah yang
mensubsidi biaya pendidikan bagi warga DKI Jakarta yang kurang mampu. Tidak ada
SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), uang gedung, dan bahkan pakaian seragam, masuk dalam program KJP. Anak sekolah hanya menuntut ilmu tanpa memikirkan uang
untuk sekolah.
Seandainya dulu sudah ada KJP. Pasti Aku Kecil tidak
akan pernah merasakan ujian susulan karena belum bayar SPP. Pasti Aku Kecil dapat
uang saku hingga tidak bolak-balik pulang ke rumah saat jam istirahat. Ah, tapi
rasanya kalau dulu ada KJP. Hidup Aku Kecil tidak seseru yang pernah dialami.
Seseru mengejar beasiswa.
MENGEJAR BEASISWA
Si Aku Kecil sudah tahu bahwa mencari uang itu sangat
sulit. Meskipun bapak dan mama berjibaku mencari uang bersama-sama, nyatanya
hidup masih belum tercukupi. Hingga Aku Kecil harus belajar lebih giat demi
mendapatkan beasiswa.
Belajar setelah Salat Subuh menjadi waktu belajar yang
menyenangkan. Si Aku Kecil terhindar dari pekerjaan membantu masak di dapur. Bapak
dan mama tidak dapat berkutik meminta bantuanku tiap kali melihat Aku Kecil
tengah belajar.
Hingga beasiswa pertama kali diraih saat kelas tiga SD
dari sebuah partai. Saat itu memang masuk masa kampanye pemilu Tahun 1999.
Kebetulan, ada saudara yang menjadi tim sukses partai tersebut. Sehingga saat
mencari siswa-siswi yang memiliki peringkat 10 besar. Aku Kecil menjadi
kandidat penerima beasiswa.
Beasiswa dari partai hanya untuk biaya kebutuhan
sekolah sementara. Kembali, Aku Kecil dirundung ketidakmampuan membeli buku
paket saat memasuki tahun ajaran baru. Hingga akhirnya sebuah perusahaan
maskapai penerbangan memiliki program beasiswa bagi anak-anak berpretasi. Tengah
mencari kandidat penerima beasiswa di sekolah. Aku Kecil terpilih sebagai
penerima Beasiswa Singapore Airlines.
Ternyata beasiswa dari Singapore Airlines
berkelanjutan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Syaratnya setiap penerima
beasiswa mampu mempertahankan nilainya. Aku Kecil pun semangat belajar. Hingga
akhirnya beasiswa tersebut berlanjut dari SD, SMP, hingga lulus SMK. Beasiswa Singapore
Airlines sungguh berjasa bagi kehidupan Aku di masa kecil.
Sampai di penghujung Sekolah Menengah Kejuruan. Aku
mengejar beasiswa dari sekolah yang disediakan untuk anak-anak yang kurang
mampu. Saat itu Aku ragu. Sudah mendapat beasiswa dari Singapore Airlines, masa
masih mengambil beasiswa lainnya. Hingga Kepala Cabang Pimpinan Perusahaan Gaya
Motor, pembimbing Aku saat masa PKL (Praktek Kerja Lapangan), memberi nasihat.
“Ambil saja, Wi. Penerima beasiswa itu mereka yang
berusaha. Tidak ada kata serakah disaat yang lain tidak berusaha.”
Hingga akhirnya Aku kejar beasiswa dari sekolah.
Menyiapkan berkas disela acara pesantren kilat di sekolah (acara persiapan
ujian nasional). Alhamdulillah beasiswa di sekolah pun aku raih. Sehingga orang
tuaku tidak mengeluarkan uang sepeserpun saat pelepasan siswi SMK.
Terima, kasih, ya, Aku Kecil. Perjuanganmu menjadikan
banyak inspirasi bagi Aku yang saat ini. Seorang Dwi yang tengah merintis untuk
menjadi seorang writepreneur. Seorang yang ingin memberdayakan
tulisan-tulisannya untuk dinikmati khalayak ramai.
UNTAIAN KATA TERIMA KASIH UNTUK AKU DIMASA LALU
Untukmu anak perempuan kecil
Terima kasih sudah berjuang
Menempuh kerasnya kehidupan
Demi 12 tahun mengenyam bangku
sekolah
Untukmu anak perempuan kecil
Terima kasih sudah kuat
Meskipun waktu bermain
Terpangkas demi membantu
keluarga
Untukmu anak perempuan kecil
Terima kasih sudah berdiri kokoh
Ditengah badai yang
menghantam
Saat bapak kehilangan
pekerjaan
Untukmu anak perempuan kecil
Terima kasih karena hatimu
begitu mulia
Merubah rasa kesal dan iri
menjadi seni
Berteman dengan koran dan
majalah bekas
Untukmu anak perempuan kecil
Terima kasih karena tak jemu
Berteman dengan buku dan
pena
Hingga menjadi Aku yang
sekarang
No comments: