Hayo … kalian berasumsi apa ketika baca
judul tulisan saya kali ini?
Jangan berprasangka buruk dulu, ya …. Kan,
katanya don’t judge book by cover, kurang
lebih tulisan saya bisa diartikan seperti itu. Jangan menghakimi judul sebelum melihat
isi tulisannya. Paham, ya, paham, dong.
Sebenarnya judul yang saya pilih itu
menggambarkan perasaan saya ketika melakukan sesuatu untuk Mama—wanita yang
melahirkan saya. Sesuatu yang bisa saja dianggap kurang ajar, mungkin—seperti
pikiran saya. Hal yang tidak terlintas dibenak kalian sebagai seorang anak.
Saya pun merasa aneh dengan pemikiran saya sendiri. Jadi, gini, ceritanya saya
membuat casing handphone seperti ini.
Casing tersebut akan saya sematkan di
handphone Mama saya. Wanita paruh baya yang usianya 60 tahun lebih. Memiliki hobi
jalan-jalan sendiri. Tidak hanya berjalan kaki sejauh 3,5 km—menuju rumah
saudaranya. Melainkan jalan sendiri lintas kota—rumah kediaman anak, mantu, dan
cucunya—Indramayu, Cirebon, atau Tangerang. Menggunakan bis antar kota, bukan
mobil travel. Padahal jika menggunakan mobil travel akan tiba persis di depan rumah
yang di tuju. Namun, Mama merasa tidak nyaman naik kendaraan tersebut karena
katanya, “Naek travel, mah muter-muter. Gak sampe-sampe, kalau bis, kan, cepet.
Turun bis tinggal naek ojek atau minta jemput.”
Jika Mama berkeinginan pergi, dia akan
pergi meski tanpa restu saya—anaknya yang tinggal serumah. Terkadang, ketika
saya bekerja tiba-tiba ada telepon dari kakak atau adik kalau Mama sudah di
rumah mereka. Atau, tidak ada kabar setelah pergi olahraga ke rumah saudara.
Saya cemas. Ketika mencari tahu keberadaannya, ternyata beliau sedang healing
di luar kota. Turut serta dalam karya wisata yang diadakan oleh ibu-ibu
tetangga di rumah saudara. Iya, Mama menjadi penumpang ilegal. Bahkan rela
duduk di tengah bis dan membayar asalkan dia diperbolehkan ikut (tentu saja tidak ada yang tega membiarkan wanita lansia duduk di tengah bis). Membuat saya
yang mendengar ceritanya hanya menggeleng dengan tingkah laku beliau.
Sebenarnya saya tidak mempermasalahkan
hobi jalan-jalan Mama. Hanya saja, kini usianya sudah tidak lagi muda, membuat
saya khawatir tiap kali beliau bepergian. Terutama kalau dimalam hari karena
penglihatannya yang sudah tidak berfungsi baik. Ditambah dengan satu gendang
telinganya yang bermasalah. Menambah kecemasan saya sebagai putrinya. Begitu pun
dengan Wulan ketika bada asar, neneknya belum kembali ke rumah. Tak bosan dia
bertanya, “Ma, nenek kemana?”
Sejujurnya ingin selalu menyertai
perjalanannya, terutama perjalanan luar kota. Namun, tanggung jawab sebagai
pekerja menghalangi. Sehingga saya membuat antisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Ya, dengan membuat
casing itu. Sebelum disematkan di handphone, saya meminta izin kepada adik
karena nomornya dicantumkan sebagai kontak keluarga. Alasannya saya trauma
menerima panggilan dari orang asing. Terlalu banyak terror dari deep collector
yang pernah saya alami.
Setelah membaca tulisan. Apakah kalian
berpikir bahwa dengan membuat casing seperti itu, menjadikan saya anak kurang
ajar?
Penulis:
Dwinov Swa
No comments: