“Kayanya gue cinta sama lu.”
Kalimat di atas adalah potongan dialog dari cerpen yang berjudul Wanita Setengah Berpeci. Di muat dalam laman rubrik lakon—redaksi ngodop.com di tulis oleh Selvi Febriani. Seorang peserta ODOP angkatan 7. Cerpen tersebut dimuat pada 1 Februari 2020. Apa yang membuat cerita ini menarik?
Jika sepintas, membaca potongan dialog tersebut terkesan hanya kalimat pernyataan cinta biasa. Namun, apa jadinya jika yang mengatakan kalimat itu adalah seorang gadis ABG—Anak Baru Gede, yang ditujukan kepada ibu angkatnya.
"Apa sih, memang ada yang salah menyatakan cinta kepada ibu? Gak menarik, ah ...."
"Eits sabar ... ternyata, ibu angkatnya itu manusia setengah wanita setengah pria."
"What! oh ...."
"Yap, bingo, tebakan kalian benar. Ibu angkatnya seorang waria."
Dalam cerita dikisahkan seorang waria
bernama Qonita. Dia bekerja di sebuah rumah hiburan milik Mami Tiwi. Takdir
mempertemukannya dengan seorang gadis ABG yang dia beri nama Kenna. Saat itu
Kenna tengah berada dalam jurang kematian. Qonita menolongnya dan menyelamatkan
hidup Kenna. Hingga akhirnya mereka hidup bersama dalam satu atap layaknya
seorang ibu dan anak gadis.
Qonita hidup dalam kesederhanaan. Jauh
dari kata cukup, tapi mampu mengulurkan tangannya membantu Kenna yang mengalami
kelumpuhan pada kedua kakinya. Hari-hari mereka diliputi tawa. Menertawakan
kemiskinan Qonita yang terlihat dari rumahnya yang tidak berpintu. Atap
yang akhirnya tumbang menghantam tanah. Bahkan dinding rumah yang ambruk tak
kuat menahan terpaan badai.
Kenna sudah dianggap Qonita layaknya
seorang anak kandung. Menyayanginya dengan setulus hati dan tanpa pamrih, meskipun
Kenna berperangai kasar dan arogan. Namun, tidak demikian dengan Kenna. Dia
mencintai Qonita bukan sebagai ibu. Melainkan sesosok lelaki. Lelaki yang menyelamatkan
hidup dari cengkraman kematian. Hingga Qonita akhirnya memutuskan berpisah
dengan Kenna—memasukkannya ke yayasan sebagai santriwati untuk belajar menjadi
seorang hafizah.
***
Awalnya bingung mau milih cerpen yang
mana untuk di ulas. Terlihat dari judul cerita, keliatannya bagus-bagus. Saya
sampai klik load more berkali-kali. Akhirnya berjodoh dengan tiga judul cerita yang saya baca. Ternyata memang
bagus-bagus banget. Namun, belum menemukan chemistry
untuk saya jadikan ulasan. Hingga akhirnya bertemu cerpen Wanita Setengah
Berpeci.
Saya tertarik mengulas cerpen tersebut
berawal dari membaca judulnya. Lalu, ketika mulai baca dan masuk ke paragraf ketiga,
saya bergumam, “Wah … ini pasti
mengangkat isu sosial tentang gender.” Isu yang tabu bagi masyarakat pada
umumnya. Sebenarnya tidak tabu. Hanya saja banyak dari kita yang menutup mata
akan kehadiran mereka—waria.
Dalam cerita, Qonita memiliki masa kelam
yang membuat dirinya membelot. Terombang-ambing dalam penolakan jati diri oleh
dirinya sendiri yang perlahan terkikis. Diperparah dengan takdir yang
mempertemukannya dengan seorang germo—Mami Tiwi.
Cerpen ini mengajak pembaca berpikir,
bahwa sejatinya waria adalah seorang lelaki tulen yang ingin mengembalikan jati
diri. Namun, terpenjara dengan keadaan dan lingkungan yang menolak kehadiran
mereka. Bahkan disamakan dengan sampah masyarakat.
Menurut saya penokohan dalam cerpen
sangat menarik. Kedua tokoh utama yang berbeda gender memiliki sifat dari
kebalikan masing-masing. Qonita yang seorang lelaki memiliki sifat penyayang,
lincah, kemayu, dan anggun. Sedangkan Kenna seorang gadis remaja tetapi berperangai
sangar, angkuh, cuek, dan kasar. Membuat cerpen ini memiliki genre komedi karena
beberapa adegan para tokoh.
Selain komedi, genre cerpen ini adalah romansa
karena berkisah sepasang pasangan yang abstrak. Gaya bahasa yang digunakan
penulis pun gaya seorang yang tengah bercerita. Menggunakan sudut pandang orang
ketiga. Sehingga pembaca dibuat seakan tengah mendengar kisah dari orang yang
ada di sampingnya. Bukan sedang membaca.
Alur cerita dalam cerpen menggunakan
alur maju. Latar yang digunakan banyaknya malam hari ketika cuaca tidak
bersahabat. Hujan disertai badai menjadi latar favorit yang penulis pilih. Padahal
rumah yang ditempati para tokoh tidak layak huni. Namun, di sinilah letak yang
membuat cerpen menarik dan memiliki pesan moral. Pembaca dihadapkan dengan para tokoh yang tengah
kesulitan tetapi bukannya merutuki nasib, melainkan menertawai bagian rumah
yang runtuh. Bahkan ketika atapnya ambruk, Qonita masih berucap syukur, “Oh,
syukurlah, bukan dindingnya yang roboh ….”
Gimana nih, apakah sudah penasaran dengan ceritanya. Oh, iya satu lagi, akan ada kejutan diakhir cerita. Kenna mengatakan sesuatu yang membuat air mata Qonita membuncah kala berpisah di gerbang yayasan. Hayo …, ingin baca, kan. Bagi kalian yang ingin membaca cerpen Wanita Setengah Berpeci, Silahkan klik di sini
Selamat membaca ….
Penulis:
Dwinov Swa
Ahh kereeennnnnnnnnn... 😍
ReplyDelete