Bahtera
pernikahanku karam
Nakhoda
mendua
Kesetiaanku
tercabik
Aku
rela berparak, tapi gamam
Kala
punat menangkap samar dua surih merah dalam strip
Yaum pun berlalu
Sibiran tulang bertumbuh dalam
tubuh
Membuatku
gamang
Merasa
tak sanggup membesarkannya
Lantaran
nakhoda tengah asmaraloka bersama pedusi anyar
Titisanya
terlahir tanpa kasih
Ditelantarkan
bersamaku
Dalam
bilik pengap nan temaram
Aku
merintih, menahan luka disekujur tubuh
Dibersamai
jabang bayi yang tak henti tersengut-sengut
Aku
muak
Kupungut
belati di hadapan
Silap
hati, hendak memutus urat nadi
Agar
terlelap tanpa nestapa
Namun,
tangan mungil menampar
Hingga
belati terlempar
Menggoyahkan
niat
Kurengkuh
tubuh mungil yang meronta
Menjejali
mulutnya dengan buah dadaku
Sesal
menjalar kala matanya beradu
Membuatku
tersadar
Tuhan
memberi cindur mata sebagai mukhalis
No comments: