“Selamat siang, apakah ini benar alamat
rumah Ibu Dwi?” tanya orang yang tidak dikenal di depan pintu.
“Ada perlu apa mencari Ibu Dwi?”
tanyaku.
“Anda, Ibu Dwi?”
“Bapak, ada perlu apa dengan Ibu Dwi.
Mau bertanya soal cicilan mobil atau motor?”
“Ah, iya, Bu. Saya ditugaskan kantor
untuk menagih cicilan mobil yang sudah menunggak tiga bulan.”
“Pak, saya sudah sampaikan kepada
teman-teman Bapak yang kemarin dan kemarinnya lagi. Saya tidak bisa membayar
cicilannya, kalau mobil mau di tarik, ya silahkan.”
“Bu, tapi ini sayang loh, cicilannya
hanya tersisa enam bulan lagi.”
“Mau sisa satu bulan pun saya tidak
sanggup bayar! Mobilnya saja saya tidak tahu ada di mana? Daripada bayar
cicilan, lebih baik buat makan.”
“Bu, masalahnya ini menggunakan nama
Ibu. Ibu harus bertanggung jawab atau nama Ibu akan di black list Bank Indonesia.”
“Terserah! saya enggak peduli nama saya
di black list. Itu resiko karena nama
saya digunakan. Mobil atau motor itu bukan saya yang pakai. Semuanya ada di mantan
saya, sekarang orangnya saja, enggak tahu ada di mana. Hutangnya banyak, Pak.
Bukan hanya Bapak yang nagih, saya pusing. Jangankan untuk bayar cicilan mobil,
untuk beli diaper saja tidak kebeli,”
“Saya hanya menjalankan tugas, Bu,”
katanya pelan, seolah iba mendengarku.
Adegan ditagih orang seperti itu menjadi
sebuah rutinitas yang menyebalkan sekaligus menambah beban pikiran. Belum lagi
kalau penagih berwajah garang dan mengeluarkan kalimat ancaman. Aku kira setelah
gugatan perceraian, sidang demi sidang ku lalui hingga resmi bercerai, masalah
selesai. Ternyata makin kacau, namaku banyak digunakan untuk melakukan pinjaman
atau mengambil kendaraan secara kredit. Kini aku yang harus menanggungnya
karena dia menghilang bagaikan ditelan bumi.
Beban pikiran bertambah, cemas
menghadapi penagih, dan hutang yang harus aku tanggung. Semuanya bergumul
menjadi guratan stres di kepala. Salah satu faktor terhentinya produksi ASI—Air
Susu Ibu dari tubuh. Padahal saat itu Wulan—anakku, baru berusia lima bulan.
Dahulu, ketika kembali bekerja pasca
cuti melahirkan. Rutinitasku diselingi dengan memompa ASI, menghasilkan banyak
ASIP—Air Susu Ibu Perah, dan mampu memenuhi kebutuhan selama bekerja. Namun,
setelah sebulan bekerja tiba-tiba Wulan tidak mau melakukan direct breasfeeding (menyusui secara
langsung). Dia hanya ingin menyusu ASIP dengan botol. Awalnya tidak menjadi
masalah, tetapi lama-kelamaan persediaan ASIP di freezer mulai habis. Kian hari produksi ASI-ku menurun drastis,
untuk menghasilkan 10 ml saja butuh perjuangan. Meski demikian aku tetap
memompa, kukais semangat yang menipis.
Harapan memberi ASI eksklusif kandas ketika
anakku berusia tujuh bulan. ASI-ku tidak keluar setetes pun. Akhirnya dengan
terpaksa kuberikan susu formula. Pilihanku jatuh ke susu yang kemasannya
berwarna biru dengan emote smile,
terdapat gambar induk dan anak burung. Ternyata dia suka dengan rasa susu
tersebut. Namun, harga satu dus susu ukuran 1000 gr harus merogoh kantong cukup
dalam. Sedangkan Wulan mampu menghabiskan dua sampai tiga dus selama satu bulan.
Aku harus memutar otak demi melunasi hutang dan memenuhi kebutuhan hidup.
Saat kehimpitan menyapa, Allah menjadi
satu-satunya yang dapat aku temui disetiap tirakat. Hingga suatu kejadian,
membuatku teringat bahwa Allah maha perencana seperti salah satu
namanya—Al-Baari. Selang lima bulan kemudian. Tiba-tiba Wulan mengalami diare
selepas mengkonsumsi susu formula yang biasanya dia minum. Aku dan Mama di
rumah pun heran.
“Kan, itu susu yang biasa Wulan minum. Kenapa
diarenya baru sekarang?”
“Mama juga bingung. Padahal seduhnya
pakai air mendidih seperti biasa. Semua botol selalu pakai yang baru.”
Aku coba menghentikan memberinya susu. Berusaha
mengganti asupan gizi dengan memberinya makan sayur dan buah-buahan yang
disukai. Hanya saja, aku merasa kasihan kalau tidak dibarengi dengan memberinya
susu. Perasaan bersalah selalu hinggap setelah aku tidak mampu memberinya ASI
eksklusif.
Akhirnya aku memberikan susu formula pengganti.
Kali ini dengan harga yang lebih murah. Kemasannya masih berwarna biru, tetapi
diselingi warna hijau dan terdapat tulisan angka 123 yang cukup besar. Wulan
pun cocok dengan susu tersebut, mengkonsumsinya hampir setahun. Allah memang
maha perencana. Mampu merencanakan nasibku dengan sangat baik. Kejadian diare
setelah mengkonsumsi susu formula berulang dan berakhir dengan mengganti susu
yang lebih murah.
Begitulah Sang Maha Perencana mengatur
kehidupan di tengah kehimpitan yang dijalani. Allah telah mengaturnya
sedemikian rapi. Memberiku solusi terbaik, susu sesuai isi dompet.
Penulis:
Dwinov Swa
Dibalik setiap kejadian selalu ada hikmahnya ya kak. Begitulah Allah sudah mengatur dengan sebaik-baiknya untuk kita hamba - Nya
ReplyDeleteIya, benar kak. Kita harus berbaik sangka selalu, apa yang Allah kasih pasti yang terbaik.
DeleteSemoga ade nya sehat dan mba juga sehat selalu. Allah luaskan dan mudahkan rezekinya. Aamiin
ReplyDeleteAamiin ya rabballalaamiin, doa terbaik untuk Kak Heni juga.
DeleteSaya pernah juga mengalami ini. Niatnya bantuin anak kost d rumah eh ketiban ditagih2 DC yang sangar dan garang. sy ditlponin dan didtangi mulu. udah dijelasin sy mlh diteror. dblokir eh malah nlp dg byk nomor akhirnya say nikmati ajalah lg, nlp angkat jwb bgtu aj smpe akhirnya tuh anak dtg k kntornya dan mnta nomor yg dhub dgnti dg nomornya
ReplyDeleteHuhuhu iya Kak Leta :(
DeleteMasa-masa itu, ibu saya di rumah sampai nangis kalau nemuin DC yang sangar pas sayanya kerja. Untung aja tetangga depan dan samping selalu jadi tameng, lama-lama mereka jadi jengah sendiri.
Tulisannya bagus kak. Dari sini kita bisa mengerti bahwa perjuangan seorang ibu sangat besar untuk anaknya. Beliau rela melakukan apapun untuk kebahagiaan dan pertumbuhan anak²nya.
ReplyDeleteBenar banget kak, pengorbanan seorang ibu tuh gak pandang bulu untuk melakukan apapun demi kebaikan anaknya.
Deletekeren tulisannya kayak kisah nyata
ReplyDeleteIni memang kisah saya Bu. Sengaja dibuat cerita seperti ini untuk menyamarkan. Tapi semuanya sudah masa lalu, sih, makannya bisa bercerita hihi :D
Deletebersama kesulitan ada kemudahan, semoga ibunya dikuatkan menghadapi permasalahan yang ada, sehat-sehat ya debay
ReplyDeleteAamiin yaa robbal allaamiin. Doa terbaik untuk Kak Dyah juga :)
DeleteKok, aku jadi mewek mbak bacanya. Terkadang kita sulit ya mbak menerima keadaan, tapi itulah hidup harus berjuang demi orang-orang yang kita sayangi, apalagi kalau masalah anak. so pasti harus kuat kita, peluk dari jauh mbak....
ReplyDeleteIya benar, harus berjuang untuk orang yang disayang. Karena Allah sudah percaya kita mampu menjaga amanah-Nya. Peluk Mba Maya juga ....
DeleteAllah selalu tahu apa yang kita butuhkan. Semangat terus kak ☺️
ReplyDeleteBetul, makannya kita harus selalu berprasangka baik. Semangat juga untuk Kakak :)
DeleteKalau tentang perjuangan ibu kepada anaknya jadi terharu bacanya. Suka deh sama ceritanya
ReplyDeleteTerima kasih Kak Amel :)
DeletePernah ngalamin juga yang ditagih tagih debt collector. Tapi emang hidup ada pasang surutnya. Roda selalu berputar. Bismillah Allah yang akan beri jalan pada setiap kesulitan yang kita hadapi. Semangat selalu untuk kita..🔥🥰
ReplyDeleteIya kak, Alhamdulillah itu semua sudah berlalu. Rodanya sudah ngga macet dan sedang bergulir. Semoga apapun ujiannya selalu diberi kemudahan untuk melewatinya. Semangat, semangat, semangat!
DeleteJadi mewek bacanya, huhuhu
ReplyDeletecup-cup-cup-cup sini peluk dari jauh Kak Uta, biar gak cedih lagi, hehe
DeleteAllah tau rencana yang terbaik untuk manusia
ReplyDeleteBetul Kak Edwin. Rencana Allah itu indah, kalau belum indah berarti belum berakhir ;)
ReplyDelete