Suara Tikus

 


Aku tinggal di pinggiran Kota Jakarta. Sebuah tempat yang berada di pesisir laut. Berbeda dengan gambaran orang-orang terhadap ibukota yang bersih nan rapi. Tempatku kumuh dan padat penduduk. Rumah berdiri tanpa adanya halaman dan tidak ada jarak antara dinding dengan rumah lainnya—saling berhimpitan. Membuat warga yang tinggal, terkadang tidak memiliki privacy. Bagaimana tidak, obrolan tetangga samping rumah akan terdengar dari dalam rumah sebelahnya.

Semakin tumbuh, aku pun terbiasa dengan segala bentuk kegaduhan yang tercipta dari para tetangga. Pengangnya mendengar lagu dangdut, kosidahan, tarling, campur sari, atau lagu metal. Kesemua musik itu disetel dengan volume keras. Membahana seantero gang tempatku tinggal.

Kegaduhan lainnya yaitu pertengkaran yang kerap terjadi. Adu selisih paham dengan tetangga lain atau anggota keluarga. Aku sudah terbiasa mendengar racauan adu mulut para tetangga. Namun, tidak dengan Wulan—anakku, yang berumur tiga tahun. Dia terbangun karena pertengkaran anggota keluarga depan rumah, seperti malam itu.

“Pada gila! Gue masih hidup teriak-teriak warisan!”

“Bukan gue! Dia tuh, si tukang mabok bikin onar.”

“Eh jablai, anjing lu!”

“Woy! bisa diem ga sih.”

“Hiks-hiks-hiks.”

“Udah sih, ini udah malam, malu sama tetangga.”

“Lu tuh, engga tau diuntung, kemaren yang nebus lu dipenjara siapa, hah! Teriak-teriak ngomongin hak warisan.”

Sahutan caci maki terdengar tumpang tindih. Disusul suara benda-benda yang terlempar dan tersungkur di tanah. Menciptakan kegaduhan kian marak. Awalnya hanya konflik keluarga, tetapi kini menjadi rahasia umum. Membuat anakku terperanjat dalam tidurnya, tetapi masih dapat ditenangkan—mengelus punggung serta rambutnya agar terlelap kembali.

Kegaduhan itu kian memekakkan telinga. Aku yang sudah terbiasa, tidak merasa terganggu bahkan terasa sedang dininabobokan, hingga mata pun terpejam. Namun, tiba-tiba ada yang menggoyangkan tubuhku. Ternyata Wulan terjaga dan berusaha membangunkan.

“Ma, bangun Ma,” katanya.

“Kenapa Lan?”

“Titus Ma, ada titus,”

“Tikus? Mana?” tanyaku bingung.

“Tu.” Dia mendongak ke arah jendela—sumber suara gaduh berasal.

“Oh ….”

Mungkin suara kegaduhan tersebut ditangkap oleh indera pendengaran Wulan sebagai suara tikus yang berdecit. Membuatnya terbangun dan memintaku mengusir tikus. Aku hanya mengulas senyum ketika mengerti maksudnya. Lalu bangun dan bergegas menutup jendela.

“Titus, ya, Ma?” Wulan bertanya ketika aku kembali merebahkan tubuh di sisinya.

“Iya, tikus berisik banget, ya?” ujarku,

“Titus nakal, gangguin Wuyan bobo.”

“Yaudah, Wulan bobo lagi, jendelanya udah Mama tutup.”

Kami pun kembali memejamkan mata. Berusaha terlelap meskipun masih terdengar samar suara tikus dari balik jendela.

 

 

Penulis: Dwinov Swa

Suara Tikus Suara Tikus Reviewed by Dwi Noviyanti on June 28, 2022 Rating: 5

No comments:

Followers

Powered by Blogger.