Sejak Wulan
lancar berjalan di usia satu tahun, aku mulai mengajaknya ke minimarket. Bahkan
menjadi quality time buatku setelah
pulang bekerja. Kita biasa berjalan kaki atau membawa sepeda anak dan aku yang
mendorong. Membekalinya informasi setiap sudut lingkungan rumah. Tempat tinggal
kita berada di pemukiman padat penduduk dan memiliki pintu masuk dari berbagai
arah. Itu sebabnya aku harus membekali Wulan pengetahuan dan informasi agar dia
tidak tersasar.
Aktifitas
berkunjung ke minimarket menjadi hal menyenangkan bagi Wulan setelah seharian
ditinggal mamanya bekerja. Kita tidak membeli cemilan yang mahal, hanya es krim
atau cemilan murah lainnya. Lalu makan bersama di teras minimarket. Sederhana
tapi bermakna.
Awalnya
Wulan tergoda dengan mainan yang ada di minimarket. Mainan penyebab anak-anak kecil
tantrum karena ingin memilikinya. Bagi ibu-ibu yang memiliki anak kecil pasti sudah
tidak asing dengan mainan tersebut. Mainannya menancap di ujung gagang sebuah
tabung transparan yang berisi permen warna-warni. Semua mata anak kecil pasti
akan tertuju ke arah rak mainan tersebut di pajang. Tanpa kecuali anakku
sendiri. Namun, entah ilham dari mana hingga aku bisa menemukan kalimat ajaib
yang sampai saat ini terpatri di benak Wulan.
“Kamu boleh
pinjam mainan ini sampai puas, tapi kalau mau pulang harus dikembalikan.”
Awalnya
Wulan tidak mengerti dan enggan mengembalikan mainan yang dia pegang. Namun,
aku selalu berusaha mengalihkan ke hal yang lain. Entah dialihkan dengan
cemilan lainnya atau mengalihkan dengan cerita seru yang aku ambil dari potongan
film favorit Wulan. Tak berapa lama kemudian, fuh ... dengan senang hati dia
melepaskan mainan dan pulang ke rumah tanpa paksaan.
Pinjam saja
mainan di minimarket ini sudah aku lakukan dari awal pertama Wulan di ajak ke
minimarket. Selalu dan berulang kali aku tekankan, kalau mainan tersebut hanya
untuk dipinjam. Tidak boleh dibuka atau dirusak segelnya, tetapi boleh dimainkan
sepuasnya selama berada di dalam minimarket.
Meskipun
usianya kini sudah 4 tahun, pinjam saja mainan di minimarket masih berlangsung.
Terutama kalau dia melihat mainan yang baru. Namun, sudah tidak perlu
diingatkan mamanya untuk mengembalikan mainan. Dia akan mengembalikan sendiri ke raknya sebelum ke area kasir.
Pinjam saja
mainan di minmarket sudah tidak menggoda seperti dulu. Kini Wulan beralih ke hal yang lebih
menarik untuknya—menyusun permen atau coklat yang berada di meja kasir. Dia
susun sesuai warna, ukuran, dan jenisnya. Seringkali menjadi bahan tontonan
konsumen yang mengantri. Bahkan aku terkadang salah mengira.
“Lan,
jangan beli itu ah, uang Mama enggak cukup.”
“Enda
Mama, Wulan cuma rapiin doam, enda beli kok, enda.”
Penulis: Dwinov Swa
Menjadi orangtua harus benar2 mendidik ya mbak, kita bukan gak sayang sama anak,tapi mengajarkan anak supaya pandai menghemat uang, thanks ya mbak share nya.
ReplyDeleteBetul, Mba, karena mendidik bukan berarti memenuhi semua keinginan anak tanpa di sortir. Iya, Mba sama-sama, semoga postingan ini bermanfaat. Aaamiin
Delete