Beberapa hari belakangan ini, Wulan—anakku melontarkan permintaan yang meresahkan.
“Wulan, boleh minta ade, ga?”
Permintaan itu kerap kali terlontar
ketika dia melihat anak bayi dalam gendongan seorang ibu. Respon dari si ibu
akan selalu tersenyum mendengar celotehan anak kecil di sampingnya. Sedangkan bagiku sangat menohok—menghujam jantung.
Sudah hampir berjalan tiga tahun status
janda kusandang. Namun, tak jua dapat melepaskan belenggu trauma yang diberikan
ayahnya Wulan. Tak mudah mempercayakan kehidupanku yang akan datang dengan
seorang lelaki. Terlebih harus hidup bersama dalam kurun waktu yang sangat
lama.
Hanya lima tahun pernikahanku dengan
ayahnya Wulan. Waktu yang sangat singkat. Namun, dalam waktu tersebut aku
mengalami ragam kecewa. Menjalani peran sebagai istri madu, dinafkahi ala kadarnya, menanti kehadiran anak selama hampir empat tahun, keguguran,
pengkhianatan, dan istri yang dimadu. Bahkan penyalahgunaan namaku diberbagai
instansi peminjaman dana dan leasing kendaraan. Hanya butuh lima tahun, semua
derita pernah kualami.
Lalu ketika keresahan ini kusampaikan
kepada seorang sahabat, dia berkata, “Mamanya Wulan kebanyakan trauma, sih.”
Kalimatnya hanya sedikit, tapi menambah
keresahan dalam hati. Membuat aku ingin menutup diri kembali dengan semua orang.
Rasanya tidak bijak seorang sahabat yang dipercaya mendengar cerita, berkata
demikian. Apalagi mengetahui apa yang selama ini kualami.
Aku tidak menolak didekati oleh kaum
lelaki yang hendak menjalani hubungan serius. Namun, entah mengapa ketika
menjalaninya, semua ketakutan menyeruak. Aku pernah menambatkan hati pada seorang lelaki, tapi nyatanya tidak sebaik pikiranku. Allah membuka tabiatnya. Menambah daftar ketakutan untuk
menjalin hubungan.
‘Argh!’ aku bingung harus berbuat apa. Padahal Wulan hanya mendambakan kehadiran seorang adik dan ayah dalam hidupnya. Sebuah permintaan yang mudah dikabulkan oleh keluarga lain. Sedangkan aku—ibunya, belum dapat menyembuhkan diri atas setiap luka masa lalu.
Hingga semalam ketika membacakan
dongeng. Dalam buku, tergambar sebuah keluarga utuh, terdapat: ayah, ibu,
kakak, dan adik. Tiba-tiba dia menunjuk gambar ayah.
“Ma, Wulan mau punya ayah dan adik. I-ya
… Mama cari ayah dulu.”
Ternyata dia mampu menerka apa yang
hendak kukatakan, hingga kalimat akhirnya seperti itu. Aku gamang. Bingung, mesti menjawab
apa atas perkataannya. Tak lama aku meminta Wulan berdoa.
“Wulan, ikutin Mama. Ya Allah, berikanlah
Mama lelaki yang baik, soleh, sayang sama Mama, Wulan, Nenek, dan lelaki yang
bertanggung jawab,”
“Amiin.” Jawabnya setelah menirukan
doaku.
Kutatap lekat wajah polos anak kecil
di sisiku. Berharap Allah mengabulkan doa kami.
Penulis:
Dwinov Swa
Ya Allah wulaaan... semoga kelak Alah ijabah doa dan keinginanmu nak. Minta ke Allah ya syg. Spy mama dan wulan dikasih yg trbaik
ReplyDeleteBismillah. Doa terbaik untuk Wulan dan mama yaaa... #bighug
ReplyDeleteWulan.....wulan, kita doakan semoga doa wulan dan doa mama dikabulkan Allah ya, aamiin...
ReplyDeletesemoga Allah memberikan yang terbaik untuk Wulan dan mamanya ... aamiin
ReplyDeleteAamiin.. semoga Allah mengijabah setiap doa kakak dan adek wulan ya kak.. doa terbaik.
ReplyDeleteSerius, nangis aku bacanya. Kita tidak bisa minta mau dilahirkan keluarga yang seperti apa. Hebat dan salut sama anak dan ibu yang diberikan ujian seperti ini. Proud of you...
ReplyDeleteAamiin 🤲🏻 selepas langit kelabu akan hadir langit yang cerah. Insya Allah Wulan akan dapat adik dari ayah yang baik dan bertanggung jawab ☺️
ReplyDeleteWulan...semoga mendapat calon ayah yang baik dan saleh yaa naak...
ReplyDeleteRasa nya berat menyandang single parent, tetapi tetap semangat ya Wulan
ReplyDeletedoa terbaikku untuk kalian berdua ya, big hug
ReplyDeleteMasya Allah... Semoga diberi yg terbaik untuk wulan dan mamanya
ReplyDelete