Jembatan meluncur—permainan seru ala Wulan—anakku. Bersama dengan si Mamang—sepeda listrik milikku, dan kesenangan
pun dimulai. Berawal dari Wulan yang senang bermain seluncuran di wahana
permainan, taman, atau kolam berenang. Kini merambah dengan media lain yaitu
jembatan jalan.
“Ma,
kita, naik, naik, naik, terus …, turun. Ah … ha-ha-ha,”
Dia selalu seseru itu, ketika melintasi
jembatan besar nan curam. Sejak saat itu, euforia Wulan yang berusia 4 tahun,
menular kepadaku. Ketika kami menaiki si Mamang sering kali sengaja memilih
jalan yang terdapat jembatan. Meskipun harus memutar arah dari tempat yang dituju.
Seperti malam minggu itu. Padahal rumah
sudah di depan mata. Namun, aku teringat janji—mengajak Wulan seluncuran di jembatan. Akhirnya berbalik arah. Wulan hanya diam dan sibuk menggerogoti
jagung rebus dengan giginya yang reges.
“Lan,
abisin jagungnya, kita mau lewat jembatan.”
“Kita, mau perosotan, Ma.”
“Iya, cepet abisin, biar kamu bisa
pegang HP.”
Wulan bingung ketika diminta pegang HP.
Namun setelah aku jelaskan kepadanya untuk merekam video, dia hanya berkata oh
dan ok. Setelah membuang tongkol jagung ke tempat sampah. Aku setel HP ke menu
video, dan rekaman pun dimulai.
“Hai, teman-teman, kita mau main perosotan, naik terus turun.”
“Ha-ha-ha.” Aku hanya tertawa mendengar
Wulan berkata seperti youtouber cilik. Padahal aku hanya memintanya pegang HP
untuk mengabadikan momen. Tidak meminta berkata demikian, tapi ternyata dia
melakukan improvisasi dengan jenaka.
“Noh, dikit lagi kita sampai, satu, dua, eh, tree, two, one, go! Naik,
naik, naik.” Wulan menjelaskan kalau Mamang sedang menanjak.
“Duh
berat, Lan!” seruku mendramatisir, tak lama kemudian kami pun meluncur dengan kencang.
“Ah … tet … ha-ha-ha-ha.” Suara teriakan, klakson Mamang, dan tawa beradu. Kehadiran kami
saat meluncur membuat anak-anak yang tengah bermain bola menyingkir sejenak.
“Nih,
Ma,” kata Wulan menyerahkan HP.
“Coba kita lihat hasil videonya.”
Setelah melihat hasil rekaman yang diiringi
gelak tawa kami. Aku memasukkan HP ke dalam tas. Lalu bersiap pulang, tetapi
dengan meluncur di jembatan sekali lagi. Kali ini pun, Wulan tidak kalah excited.
“Siap, Ma, tree ..., two …, one …, go!”
Wulan memberi aba-aba sebelum kuputar pedal gas di tangan kanan.
Malam itu sungguh menyenangkan bagi
kami. Terkadang aku berpikir, kalau hal remeh seperti ini membuat ikatan orang
tua dan anak kian kuat. Bisa jadi akan terbawa dalam ingatan si anak saat
dewasa.
Bagi sebagian orang aku termasuk orang tua yang keras dalam mengasuh. Seringkali membiarkan Wulan menangis karena tidak menuruti keinginannya. Bahkan tidak bergegas menolongnya ketika dia jatuh dan terluka karena tidak mendengar laranganku.
Aku memang terlihat kejam bagi
yang hanya melihat sepintas tanpa tahu maksud dan tujuanku mengasuh seperti
itu. Namun, aku berusaha ada ketika Wulan tengah bersuka cita dengan hal-hal remeh
seperti bermain jembatan meluncur. Bukan hanya sekedar memenuhi keinginannya, tetapi
turut serta. Memposisikan diri seperti anak kecil yang tengah menikmati
permainan.
“Ayo, Lan, kita bersenang-senang lagi.”
Penulis:
Dwinov Swa
wulan beruntung punya super mom kayak mbak, sehat2 trus ya wulan dan mamanya, ditunggu cerita selanjutnya lohhh...
ReplyDeleteSama kita bund ke anak. Keras tegas disiplin tp penuh cinta kasih, semoga ank kt tmbuh mnjd ank yg bahagia dan cinta kpd sesama mkluk ciptaan Allah
ReplyDeleteTos dulu kita bund. Emang ada saatnya kita lunak terhadap anak, dan ada saatnya harus tegas. Udah kaya main layangan deh. Tarik ulur . Wkwkw. Semangat bunda cantik. Semoga Wulan jd anak Sholihah kebanggaan ayah bundanya🥰🤗
ReplyDeleteMempererat bonding antara ibu dan anak. Salah satunya adalah dengan menemani mereka bermain. Senang ya kak alhamdulillah bisa membersamai anak kita bermain
ReplyDeleteYang jadi Wulan seru banget. Jadi kangen sama masa anak² lagi deh...
ReplyDeleteBagus kak tulisannya. Seru banget bacanya ikutan seneng kak. Sehat terus ya kak.
ReplyDeleteserunya, bahagia itu sederhana ya, mamanya keren euy bisa manangkap momen berharga walaupun sebentar
ReplyDeleteSungguh menyenangkan bermain bersama anak ☺️
ReplyDeleteWahhhh saya jadi kangen masa masa menemani anak masih kecil dulu nih mbak jadinya...
ReplyDeletemungkin itu cara ibu wulan dalam mendidik anak
ReplyDeletesaya juga termasuk yang tegas dan si siplin dalam mendidik anak, tapi saya selalu menemai ketika dia mau tkdur dan membaca buku serta menggambar bersamanya, sampai anak semata wayangku kelas 3 SMP ini, kalau dia libur dari sekolah pondok pesantren nya, dia masih suka tidur di pangkuanku, karena anak faham kita tegas untuk sesuatu yang kita tau dampaknya akan tidak baik kedepannya. sun sayang vuat dek Wulan.
ReplyDelete