Insiden Parfum

 


Punya anak belum lengkap rasanya kalau tidak dikejutkan dengan ulah yang buat mengelus dada. Apalagi anak pertama dan usianya belum genap 2 tahun. Usia anak yang tengah penasaran dengan segala hal. Begitu pun aku yang baru merasakan jadi seorang ibu sekaligus single fighter setelah berpisah dengan suami. Kerap kali melihat Wulan—anakku, melakukan tindakan yang berbahaya.

Suatu hari selepas menjalani hari yang cukup padat, membuatku kelelahan. Sesampainya di rumah, kubawa Wulan masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Kusetel film favorit dia di televisi dan memberinya beberapa mainan. Aku pun merebahkan tubuh dan terlelap begitu saja tanpa mengganti pakaian. Hingga terjadi insiden parfum.

 “Hua …” Wulan menangis keras.

Sontak aku terbangun dan menghampirinya. Dia menangis di atas lemari pakaian yang terbuat dari plastik nan pendek. Dalam genggamannya terdapat sebotol parfum. Ternyata, matanya terpecik cairan parfum, itu yang membuatnya menangis.

Tanpa banyak kata atau memarahi Wulan. Kugendong dia menuju kamar mandi. Menyalakan keran dan mendudukkannya di jejengkok. Sebelumnya aku mencuci tangan dengan sabun, setelah bersih aku mulai membilas matanya.

“Wulan dengerin, ya. Mama mau bilas mata kamu pakai air keran, sekarang matanya melek,” jelasku mengarahkan.

Wulan bergeming, tetap menutup mata, dan menggeleng ketika kuminta membukanya.

“Mata Wulan perih kan, sakit.”

“Yih, kit, Ma, hu-hu-hu,” jawabnya disertai tangis.

“Yaudah Mama obatin, tapi matanya harus melek dulu. Sini, Mama pangku.”

Di atas pangkuanku dia mulai membuka matanya perlahan seraya mengeryit menahan perih. Aku mulai membilas mata kirinya. Kutampung air keran di telapak tangan kemudian meneteskanya ke mata Wulan.

“Coba kedip-kedip matanya,” ujarku memperagakan mata berkedip.

Dia mengedipkan matanya berulang kali setelah kubilas dengan air. 

“Ma, da nda kit,” ujarnya.

Aku bawa Wulan kembali masuk ke dalam kamar, mengobservasi matanya. Apakah masih mengalami iritasi atau sudah kembali normal. Selang beberapa menit, mata kanannya memerah. Namun, dia tidak mengeluh sakit atau menangis, hanya terlihat merah saja. Teringat bahwa tadi aku hanya membilas matanya yang kiri.

“Iya, ya, kenapa mata kirinya aja yang dibilas. Nyawanya belom kekumpul kayanya tadi, masih oleng," gumamku.

Aku kembali mengajak Wulan ke kamar mandi dan membilas mata kananya. Tidak ada penolakan, dengan suka rela dia membuka matanya untuk dibilas. Bahkan tertawa ketika matanya berkedip-kedip.

Setelah menggantikan pakaian yang basah karena membilas mata. Aku kembali melihat mata bagian kanannya. Ternyata masih merah, tetapi sudah tidak semerah sebelumnya. Hingga akhirnya aku teteskan satu tetes obat di mata kanannya

“Ah ... yih, Ma,” teriaknya ketika kuteteskan.

“Tahan, ya, coba kedip-kedip lagi,”

Dia mengedip, sebulir air luruh dari mata kananya. Hampir satu jam berlalu, aku kembali mengecek dan matanya sudah kembali normal.

“Wulan main parfum, Mama, ya?” tanyaku menginterogasi, “Gimana ngambilnya, kan ada di atas lemari,”

“Jat yi, ke ka,” katanya memeragakan cara mengambil parfum.

Ternyata dia memanjat lemari pakaiannya dengan tumpukan boneka.

“Kena parfum, sakit gak?”

“Ta-nya kit, Ma,” ujar dia menunjuk matanya.

“Terus, masih mau mainan parfum lagi?”

“Nda, nda mo!”

“Nih, mainan lagi aja. Nih, Mama kasih.” Kusodorkan botol parfum kepadanya.

Dia menolak, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

“Wulan udah tau kan, ini bahaya, gak boleh mainan ini lagi, ya”

Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

 

 

Penulis: Dwinov Swa

Insiden Parfum Insiden Parfum Reviewed by Dwi Noviyanti on June 16, 2022 Rating: 5

No comments:

Followers

Powered by Blogger.