First In First Out

 


Lemari pakaian sudah mulai terlihat sesak. Baik lemari pakaian Wulan—anakku, atau lemariku sendiri. Ada banyak baju yang sebagian sudah berbulan-bulan tidak dipakai. Meskipun masih sangat layak, tapi ada alasan lain yang membuatku tidak memakainya. Berbeda dengan pakaian Wulan, apabila dipakai terlihat cingkrang olehnya.

Cara mengatasi pakaian-pakaian tersebut adalah dengan membagikan ke orang yang membutuhkan, tetangga misalnya. Namun, cara ini berlaku untuk pakaian Wulan. Untuk pakaianku, aku tidak berani menawarkan pakaian bekas, takut ada yang tersinggung. Pilihan terakhir adalah dengan mengirimkan ke yayasan yang menerima donasi pakaian layak pakai.

Satu malam, selepas pulang bekerja aku khususkan untuk memilah pakaian. Lemari pun kubongkar dan memuntahkan semua isinya.

“Lan, yang ini boleh disumbangin gak?” Aku bertanya seraya menunjukkan baju muslim miliknya.

“Boyeh,”

“Yang ini, Lan?” tanyaku menunjukkan gaun ulang tahun berwarna ungu.

“Yan, cobain duyu, Ma,” kata dia seraya mengenakannya, “Muat, Ma,” lanjutnya.

“Iya, muat, tapi lihat tuh, roknya udah di atas dengkul, udah kependekan banget.”

“Ya, deh, sih ja,” katanya, “Ma, yam ntu, tuh. Wuyan dah ga suka,” lanjutnya menunjukkan baju tidur yang sablonannya mulai luntur.

“Ih jangan, itu sudah gak bagus. Kan kalau mau kasih orang harus yang bagus,”

“Oh, deyus uat pa.”

“Itu buat lap aja, ya,” kataku dan dibalas dengan anggukannya.

Tak lupa aku membenahi pakaiannya sewaktu masih bayi. Kebetulan ada tetangga yang dengan sengaja meminta pakaian Wulan.

“Ma, ni tuk dede yi. Ni juga, kan Wuyan dah de.” Dia sibuk memilah kaos kaki, topi, celana, pakaian, jaket, dan perlengkapan bayi miliknya dulu.

“Iya, bawa sini, sekalian dibungkus,” kataku,  “Lan, kalau boneka boleh dikasih gak?” lanjutku bertanya.

“Yam na ya ....” Dia mulai berpikir di hadapan boneka-bonekanya.

“Yang monyet aja tuh, kan Wulan udah gede,” kataku mengusili.

“Nda boyeh, kan moyet kesayangan Wuyan, ental moyet nanis.”

“Ha-ha-ha, kamu kali yang nangis,” kelakarku.  

Akhirnya separuh pakaian dari lemari berpindah tempat ke dalam kantong atau kardus. Siap untuk didistribukan dan diantar dengan jasa kurir. Lemari pun seolah berterima kasih kepada kami karena kini dapat bernapas dengan lega.

Waktu berlalu, selang beberapa minggu kemudian, Wulan berulang tahun. Aku tidak merayakannya dengan pesta ulang tahun. Hanya membuat kue ulang tahun dan memasak nasi kuning sendiri. Kemudian membagikannya ke anak-anak tetangga dan makan bersama di rumah. Namun, anehnya para tetangga memberikan Wulan kado dan rata-rata isinya pakaian. Hal ini mengingatkan aku tentang metode penghitungan FIFO—First In First Out, tetapi dengan caranya Allah.

 

 

 

Penulis: Dwinov Swa

First In First Out First In First Out Reviewed by Dwi Noviyanti on June 15, 2022 Rating: 5

1 comment:

  1. Gemes banget mbak sama dedek Wulan, unsch unsh.
    Terkait baju, aku pun suka bingung kalau lemari penuh, huuhuhuhu

    ReplyDelete

Followers

Powered by Blogger.