Dua Beduk

 


Ramadan tahun ini menjadi awal Wulan—anakku, belajar berpuasa. Awal Ramadhan bertepatan dengan hari libur—Sabtu dan Minggu. Aku tidak membiarkan Wulan berpuasa dan memberinya makan di pagi dan siang hari. Dia masih kecil, pikirku. Namun, berbeda dengan Mama—nenek Wulan, beliau memprakarsai dan membimbing cucunya berlatih puasa ketika aku bekerja. Wulan pun berpuasa dua beduk.

Puasa setengah hari, berbuka saat azan zuhur, dan melanjutkan puasa hingga magrib berkumandang. Meskipun dia jarang bangun sahur, puasa dua beduk tetap dilakoninya. Bahkan saat sekolah dia tetap berpuasa.

“Kamu, puasa Lan?” tanyaku dalam panggilan video.

“Wuyan puasa, kan ga boyeh bawa makan sama minum kata bu yu,” jelasnya.

“Iya, dia puasa, ke sekolah juga jalan kaki, tapi gitu … pas naik dan turun tangga minta di gendong, katanya, ’Wulan lemes, Ne,’ gempor dah neneknya, he-he-he,” seloroh Mama.

“Wah … anak Mama hebat. Sabar ya, Ne, Wulan kan lagi puasa, he-he-he,” timpalku.

Pertengahan bulan Ramadan, aku tidak berpuasa karena menstruasi. Seperti kebiasan di tahun-tahun lalu, ketika si tamu merah datang, malas bangun sahur. Membuat perut keroncongan. Jika hari kerja, aku masih bisa membeli makanan dan memakannya di ruangan khusus yang disediakan kantor. Namun, berbeda ketika hari libur, tidak ada celah untuk makan atau hanya sekedar minum.

“Eh, Mama kok minum?”

“Oh, iya, Mama lupa.”

“Mama-mama, Mama lupaan.”

Padahal dia tengah asyik bermain dengan legonya. Kukira dia tak sadar ketika aku menuang air dalam gelas dan menenggaknya.

***

Anak yang ditinggal bekerja akan menjadi sangat manja dikala orang tuanya berada di rumah. Seperti itu pula Wulan. Ketika aku bekerja, Mama selalu bilang dia puasanya lancar tanpa ada drama minta minum atau makan. Namun, berbeda ketika aku di rumah.

“Ma, aus, mo minum, ya ...” katanya menuang air dalam gelas.

“Eh jangan, taro gelasnya. Bentar lagi jam 12. Kamu main aja dulu, nanti kalau azan, Mama kasih tau. Makanya Wulan jangan lompat-lompatan terus, nanti haus.”

“Lama amat cih.”

Azan zuhur terdengar dari pengeras musala. Di hadapannya tersaji beberapa jenis makanan ada: nasi beserta lauk, bakpau cokelat, sosis, ciki, sereal, dan air putih. Semuanya dia makan dalam kurun waktu satu jam. Kemudian melanjutkan puasa hingga magrib menjelang. Sajiannya sebanyak itu, belum lagi ketika berbuka saat magrib. Membuat tubuhnya mengalami kenaikan selama berpuasa.

Keluhan puasa mulai muncul kepermukaan kala menit-menit menunggu azan magrib. Bahkan lebih arogan dibanding menunggu waktu zuhur. 

“Ma … Wuyan aus, minum ... minum …” keluhnya ketika dalam perjalanan membeli takjil.

“Ih, kok gitu sih. Sabar … ini kita lagi beli jus. Katanya Wulan mau buka pake jus.”

“Lama amat cih, Wuyan udah gak tahan nih!”

“Sini, liat jam Mama, udah jam 5:48, lima menit lagi buka. Tuh dengar, udah ada yang selawatan di mushola, itu tandanya bentar lagi azan magrib.”

Disaat dia belajar puasa, kami semua harus berpuasa meskipun sedang berhalangan. Menjaganya agar tetap lancar menjalani puasa dua beduk.

 

 

Penulis: Dwinov Swa

Dua Beduk Dua Beduk Reviewed by Dwi Noviyanti on June 22, 2022 Rating: 5

No comments:

Followers

Powered by Blogger.