Menulis Itu Apa Sih?

Beberapa hari yang lalu. Saya dan teman-teman di dalam grup penulis, mendapat tantangan dari founder 30DWC (30 Days Writing Challenge). Kami hanya diminta menulis cerita, dari sebuah kalimat pertanyaan seperti ini,

"Menulis itu apa sih?"

Dari satu kalimat pertanyaan tersebut. Pasti akan banyak ragam jawaban, karena dari setiap penulis pasti memiliki tujuan dan jalan cerita yang berbeda. Begitu pun dengan saya.

Bagi saya pribadi, kebiasaan menulis sudah lama dilakukan. Sejak masih di bangku SD. Tumpukan diary jadi saksi perjalanan menulis saya. Berawal dari membaca koran-koran bekas yang akan di pakai ibu untuk membungkus nasi uduk. Hingga menjadi pembaca tetap Perpustakaan Keliling yang singgah di lingkungan rumah.

Saya tidak pernah merasa di bully. Seperti beberapa teman penulis lainnya yang mencintai dunia membaca dan tulis-menulis berawal dari pem-bully-an yang dialaminya. Namun, saya punya alasan sendiri. Mencintai buku dan hobi menulis karena saya merasa insecure.

Zaman dulu tidak ada istilah insecure. Mungkin bisa disamaartikan sebagai; perasaan rendah diri, malu, merasa kekurangan, atau merasa tidak mampu melakukan sesuatu. Perasaan-perasaan seperti itu yang dahulu saya alami.

Saat itu bapak hanya seorang nelayan sedangkan ibu seorang pedagang nasi uduk setiap pagi. Kami tiga bersaudara dan masih duduk di bangku sekolah. Menyekolahkan kami bertiga sungguh tidak mudah. Biaya sekolah masih di tanggung oleh wali murid, tidak ada bantuan pemerintah sedikit pun kecuali bagi anak-anak yang berprestasi. Sehingga kehidupan ekonomi keluarga saya, bisa dibilang sangat pas-pasan.

Itu yang membuat bapak dan ibu mengorbankan salah satu anaknya setiap waktunya muncul SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan). Maksudnya, bapak dan ibu hanya mampu membayar dua orang dari kami bertiga. Kadang kala saya merasakan ujian susulan di ruang aula karena terlambat membayar SPP. Begitu pun kedua saudara saya akan dapat giliran. 

Kejadian seperti itu membuat saya minder. Terutama dengan teman-teman yang memiliki ekonomi berkecukupan dan merasakan nikmatnya; fasilitas sekolah yang lengkap dan ikut les di lembaga mahal. Sedangkan saya, untuk bisa sekolah tanpa uang saku, sudah beruntung. Seringkali terbesit dalam hati, "Kenapa saya dilahirkan jadi anak orang miskin?"

Bermula dari hal itu, saya menumpahkan isi hati ke dalam buku diary. Awalnya hanya di buku tulis. Namun, ketika melihat teman-teman sekelas memiliki diary yang berfungsi untuk menulis biodata teman-teman sekelas. Saya iri dan mulai menyisihkan uang hasil membantu ibu berjualan. Bahkan rela tidak jajan asal dapat membeli buku diary.  

Kian tahun diary saya bertambah. Namun, rasa insecure masih menggerayangi diri saya, tetapi mulai berkurang karena saya mulai sibuk. Sibuk memikirkan, bagaimana caranya tetap sekolah tanpa harus membayar SPP.  Saya belajar mati-matian untuk membantu meringankan beban kedua orang tua. Syukur dan alhamdulillah saya bisa menamatkan SMK tanpa membayar uang sepeser pun. Berkat beberapa beasiswa yang saya dapat.

Kian lama teknologi semakin canggih. Sekitar tahun 2011 saya mulai mengganti diary dengan menulis di blog. Memang tidak sesering menulis di dairy. Namun, yang saya tulis beragam. Bukan hanya tentang kehidupan keseharian saya saja. Melainkan artikel yang menurut saya menarik. Bahkan berbagi pengalaman hidup yang dapat memotivasi pembaca.

Beberapa kali ada pembaca yang tiba-tiba men-direct message di akun Instagram. Mereka mengucapkan terima kasih setelah membaca tulisan saya. Kalau tidak salah, tulisan itu, pengalaman saya ketika mengalami keguguran. Jika berkenan silahkan membacanya Waspada! Anggur dan Kehamilan Muda 

Hanya kalimat 'terima kasih' yang saya terima tetapi rasanya begitu menakjubkan. Seketika tingkat kepercayaan diri saya naik level. Saya keren. Iya, keren! Ternyata, saya yang hanya lulusan SMK bisa menulis dan tulisan saya dipahami sedemikian oleh pembaca. Katanya, berkat membaca tulisan tersebut dapat mencegah keguguran. Jadi tahu ciri-ciri ketika akan mengalami keguguran dan bisa mencegahnya. Sungguh, tidak pernah saya menyangka akan dapat respon seperti itu.

Setelah itu Allah memberikan saya takdir bertemu dengan grup nubar (nulis bareng) dan bukunya di cetak. Buku pertama yang di cetak itu, membuat saya tambah semangat untuk menulis.

Sejak saat itu dunia saya berubah jadi lebih berwarna. Terlebih ketika di masa pandemi. Semua kegiatan berpusat hanya di rumah membuat saya memilih ikut bergabung di kelas menulis cerpen. Selepas kelas berakhir, saya ketagihan belajar. Hasrat menjadi mahasiswa masih menggebu. Namun, lagi-lagi terkendala biaya karena saat ini tengah fokus menyiapkan biaya sekolah untuk anak. Hingga akhirnya saya bergabung di 30DWC Jilid 34.

Masuk di grup menulis 30DWC serasa jadi mahasiswa. Kok bisa? Iya, karena di sana kelasnya benar-benar terprogram. Ada istilah keren dalam grup menulis 30DWC, seperti; fighter, mentor, squad, empire, KOUF, feedback, ada DO alias drop out juga, dan satu lagi, wish you day.

Apa sih, ada DO segala, memangnya kuliah?

Ketinggalan zaman kalian kalau masih berpikir, belajar itu harus kuliah dulu. di 30DWC, kalian akan dapat Ilmu menulis dan keseruan belajar. Seperti moto hidup saya 'learn and fun'. Sesuai banget untuk kalian yang suka belajar sersan alias serius tapi santai.

Saya bocorkan sedikit ya, kelas favorite saya di 30DWC adalah KOUF (Kelas Online Upgrading Fighter) dan feedback. Di kelas itu kekerenan saya meningkat pesat, berasa jadi dosen.

Kalau mau tahu keseruannya, gabung aja dulu. Kelas baru akan di buka sekitar bulan Februari 2022. Mau jadi sekeren saya, daftar saja di sini 30DWC - Kelas Seru

Jadi 'gimana?



Menulis Itu Apa Sih? Menulis Itu Apa Sih? Reviewed by Dwi Noviyanti on February 02, 2022 Rating: 5

2 comments:

  1. Saya suka bacanya. Menarik, mengalir, dan bagus sekali.

    ReplyDelete
  2. Saya juga suka baca komennya, terima kasih ya ... :)

    ReplyDelete

Followers

Powered by Blogger.