PRAMUNIAGA MINIMARKET - chapter 1

 


CELL MEMORY

Aku tidak mengerti kenapa menjadi sangat pelupa. Jika ditilik dari usiaku yang baru menginjak kepala tiga. Masih terlalu muda untuk menjadi pikun. Aku seperti lansia yang berpikir lambat untuk mengenali wajah seorang teman yang menyapa ketika bertemu di jalan. Seperti pramuniaga minimarket yang kutemui hari ini.

Aku dan Bima mampir ke sebuah minimarket di pinggir jalan setelah pulang dari rumah kakak yang cukup jauh. Butuh waktu sekitar satu jam naik kendaraan umum untuk sampai kerumah. Ditengah perjalanan, tiba-tiba anakku merengek meminta cemilan. Terpaksa aku hentikan angkot di depan sebuah minimarket yang berada di pinggir jalan.

Saat memasuki minimarket aku disambut dengan sapaan selamat datang dari balik meja kasir oleh seorang pramuniaga. Aku balas sapaan tersebut dengan senyum. Aku gandeng anakku untuk masuk ke dalam minimarket dan menuju kebagian rak makanan yang disukai Bima. Bima sangat menyukai chiki dengan rasa rumput laut.

“Mas, chiki yang ini ada rasa rumput lautnya ngga ?”

Laki-laki pramuniaga yang berdiri di depan meja kasir, bukannya menjawab malah menatapku penuh tanda tanya, takjub dan segudang ekpresi yang tidak aku mengerti. Hingga akhirnya pramuniaga lainnya yang menjawab.

“Oh yang itu rasa rumput lautnya lagi kosong bu, adanya yang rasa ayam bawang. Tapi kalau yang chiki sebelahnya ada rasa rumput laut.”

“Engga deh mas, anak saya engga suka yang itu.”

“Bima, kita cari cemilan yang lainnya aja yah. Susu, kamu mau susu? Eh kue tuh Bim, itu kue yang kamu suka.”

**

Selama di dalam minimarket, aku sedikit terganggu dengan tatapan penuh selidik dari salah satu pramuniaga minimarket itu. Pramuniaga yang tiba-tiba mematung menatapku tanpa berkedip saat aku bertanya rasa chiki tadi. Pramuniaga yang selalu mengikuti gerak-gerikku. Pramuniaga yang tersenyum disaat aku berbicara dengan Bima.

Aku sebenarnya penasaran ingin menghampiri dan bertanya langsung kepada pramuniaga itu. Mengapa tiba-tiba menjadi CCTV berjalan hanya kepadaku. Sedangkan pengunjung minimarket   bukan hanya aku dan Bima. Ada empat pengunjung lainnya yang berada di dalam minimarket. Aku merasa seperti pengutil yang ingin mengambil barang di minimarket.

Rasa penasaranku tidak sebanyak rasa segan terhadap orang baru yang aku kenal. Apalagi untuk memulai sebuah percakapan. Sehingga aku urungkan niat untuk bertanya langsung kepada pramuniaga itu.

**

Bima melepas gandengannya dari tanganku. Menghampiri rak yang berisi  jajaran cemilan favoritnya. Sibuk berpikir, kue dan chiki mana yang akan dipilih. Aku hanya tersenyum melihat tingkah anak kecil yang sibuk dengan kebingungannya sendiri. Sedangkan aku menghampiri rak dengan jajaran pembersih rumah. Teringat obat pembasmi nyamuk di rumah sudah habis.

Ketika sedang berjongkok di depan rak. Sibuk memilih botol kaleng pembasmi nyamuk. Pramuniaga itu mendekati aku dan berdehem. Mengisyaratkan kalau dia meminta waktuku. Seketika aku mengangkat wajah dan mendongak melihat wajah pramuniaga menyebalkan itu. Wajahnya asing tapi sebagian dari diriku seperti mengenalnya. Tapi entahlah. Dia tersenyum dan mengucap salam.

"Assalamuallaikum."

"Walaikumsallam."

Nada suaranya sedikit parau dan berat. Entah suaranya mengapa begitu. Aku tidak tahu dan masih menjadi misteri dari tingkahnya yang begitu mencurigakan sejak aku masuk minimarket ini.

“Kamu Rita kan. Rita Madadayu?” Tiba-tiba dia ikut berjongkok dan memastikan namaku.

“Eh, i-yah benar. Masnya kenal saya?” jawabku dengan canggung dan curiga.

Diam dan ketidaknyamanan menjadi atmosfer seketika diantara kami berdua. Namun wajah pramuniaga itu menunjukkan kelegaan. Bahwa wanita yang dia maksud adalah aku. Sepertinya dia mengenalku cukup dalam. Dia hanya diam memandangi wajahku dengan senyumannya yang membuat gugup.

“Masnya kenal saya dimana?” tanyaku agar tidak terlihat aneh di hadapannya.

Tidak  ada jawaban dari pramuniaga itu. Senyum yang tadi membuatku terpesona sesaat. Berubah menjadi senyum tipis penuh penyesalan dan kesedihan. Tiba-tiba dia tertunduk tanpa bicara sepatah kata pun. Aku mencoba ikut menunduk, menyelidiki dan memastikan orang di depanku baik-baik saja. Aku tidak dapat melihat wajahnya karena dia tertunduk sangat dalam. Namun aku melihat tetesan air mata di lantai yang berasal dari wajahnya yang tertunduk. Tidak lama kemudian dia mengangkat wajahnya.

"Maaf yah buat kamu jadi bingung."

Pramuniaga itu meminta maaf sembari membetulkan posisi topinya yang tergeser. Mencoba untuk menenangkan diri dengan menarik nafas dalam dari hidungnya dan menghembuskan kembali melalui mulut. Sepertinya dia tidak ingin tubuhnya dikuasai oleh emosi di hadapanku. 

Memang benar aku bingung menghadapi tingkah aneh pramuniaga di hadapanku. Bukan hanya bingung tapi sekaligus kesal dibuatnya. Tapi tidak mampu menjelaskan kekesalanku kepada laki-laki di hadapanku itu. Hanya mampu berdumel di dalam hati "Ini orang kenapa sih. SKSD banget. Tiba-tiba nangis. Maunya apa coba. Kenapa harus ketemu orang drama gini sih. Perasaan di sinetron juga ga selebai ini deh. Mana ada cowo tiba-tiba nangis di depan cewe yang ga kenal sama dia. Jadi nyesel mampir ke minimarket ini.”

Sesudah berdumel di dalam hati. Aku mencoba memperhatikan wajah pramuniaga itu dengan seksama. Laki-laki dengan tinggi sekitar 172 cm. Badannya gagah dan atletis. Rambutnya ikal dan potongan rambutnya pas dengan bentuk wajahnya. Terlihat jelas saat dia membuka topinya tadi dan membetulkan posisinya. Alisnya rapi dan tebal, membuatku iri karena alis yang aku miliki bentuknya tidak karuan dan tipis. Matanya sipit tapi hidungnya mancung. Bibirnya lebar dan senyumnya manis.

"Rita, kamu kenapa? Ko jadi bengong gitu."

Pramuniaga itu membangunkan aku yang tiba-tiba mematung dengan tatapan yang penuh selidik. Dia mengibaskan tangannya kearah muka aku.

"Eh, iyah iyah. Duh maaf."

Entah kenapa setelah kegagalan berumah tangga dengan ayahnya Bima. Hampir sebagian memori di otakku terhapus. Hilang seperti ada bagian kenangan yang tidak tersimpan. Hanya mampu mengingatnya jika ada yang membangkitkan ingatanku kembali.

**

“Rita, aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku tau semua perbuatanku dahulu sungguh tidak pantas untuk dimaafkan. Aku sudah mencoba mencari kamu selama 5 tahun belakangan ini. Tapi tidak pernah kutemukan. Hingga hari ini Tuhan memberiku kesempatan untuk aku bisa meminta maaf secara langsung ke kamu.”

Tiba-tiba pramuniaga itu berbicara panjang lebar yang sedikit pun tidak aku mengerti. Aku mencoba menggali memori terdalam yang terhapus. Mereset cell memory di dalam otakku, berharap ada penggalan kisah antara aku dan pramuniaga minimarket di hadapanku ini. Sehingga aku paham arah pembicaraannya. Namun semakin aku mencoba mengingatnya. Semakin buntu otakku. Usaha untuk mengingat siapa pramuniaga itu gagal.

Pengalaman buruk terhadap mantan suamiku sepertinya menjadi biang keladi rusaknya sebagian cell memory di dalam otakku. Terutama memori tentang laki-laki yang pernah singgah di hatiku.

“Rita, aku sungguh-sungguh ingin meminta maaf sama kamu. Maukah kamu memaafkan aku?”

Aku hanya dapat menggelengkan kepala. Bukan memberi jawaban dari permintaan maaf pramuniaga itu. Melainkan  tidak mengerti sama sekali arah pembicaraannya. Aku tidak tahu kesalahan apa yang harus dimaafkan.

“Rita, aku sebentar lagi akan menikah dengan seorang wanita setelah berulang kali mengalami kegagalan. Namun hati ini masih tidak tenang jika pernikahanku belum direstui oleh maaf yang diberikan olehmu.”

“Duh, mas maaf yah. Saya memang Rita. Tapi sumpah saya ngga ingat pernah kenal sama masnya.”

“Aku yakin kamu Rita yang dahulu. Wanita hebat dan mandiri yang pernah menjadi cinta dalam kehidupan masa laluku. Wajahmu, suaramu, lesung di pipi kirimu yang tidak berubah ketika tersenyum dan senyum itu yang selalu kuingat sampai saat ini.”

Semakin heran dan bingung aku dibuat oleh ucapan pramuniaga di hadapanku ini. Sampai kapan dia melantur begitu.

“Hm.. gini aja deh. Yaudah, saya maafin semua kesalahan yang sudah mas perbuat ke saya. Seperti yang mas mau, biar selesai masalahnya dan saya ngga di ganggu lagi. Tapi mohon maaf karena saya beneran ngga inget mas itu siapa.”

“Aku Dana Rita, P-E-R-D-A-N-A teman di masa SMA dulu. Kita dekat karena perantara dari Yubi sepupu aku.”

Seketika aku terpaku dengan nama yang disebutkan secara eja oleh laki-laki dihadapanku itu. Saraf di otakku mulai bergerak lebih cepat dan memberi sinyal ke alam bawah sadarku untuk membangkitkan crystal cell memory yang dengan sengaja aku sekap.

Nama yang diucapkan itu menjelma menjadi sebuah belati. Belati tajam yang di tancapkan ke dalam otakku. Tajamnya ujung belati membuat  crystal cell memory yang selama ini terbungkus dengan sangat kuat dan rapat, hancur berkeping-keping. Bertebaran, melayang tak tentu arah. Kepingan memori itu berubah menjadi roll film yang penuh dengan beraneka macam peristiwa. Semuanya berisikan kebersamaan antara aku dengan pramuniaga itu diusia yang masih belia.

Roll film memory itu berputar membentuk jajaran slide demi slide yang bergerak silih berganti. Menampilkan wajahku yang tersenyum bahagia bersama dengan pramuniaga itu. Aku sering tersenyum di setiap momen yang berbeda disaat berada didekatnya. Ada momen dimana aku menangis di dalam pelukannya. Bermain hujan di atas motor dan bernyanyi sumbang bersama. Mencuci piring bersama di dapur restoran yang dimandorin pemilik restoran. Berjalan sejajar ketika mendorong motor yang bannya kempes. Berlari memutari lapangan berdua dengan kalung tulisan ‘Tidak Akan Terlambat Lagi’. Masih banyak lagi slide demi slide yang mengingatkan aku siapa sebenarnya pramuniaga di hadapanku ini.

Namun ada satu slide yang hanya diam tidak bergeming sedikit pun dari tempatnya. Satu slide yang terlihat sangat samar. Mungkinkah momen di slide itu yang membuat alam bawah sadarku ingin mengunci kenangan bersama dengan pramuniaga itu. Aku semakin penasaran. Aku meraba momen di slide itu dengan mata dan otak yang kupaksa untuk mengingatnya. Hingga akhirnya aku ingat momen itu. 


* bersambung *

PRAMUNIAGA MINIMARKET - chapter 1 PRAMUNIAGA MINIMARKET - chapter 1 Reviewed by Dwi Noviyanti on August 23, 2021 Rating: 5

4 comments:

  1. Lumayan menghibur dan lumayan bikin penasaran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk baca :)

      Delete
  2. Semangat nulisnya dgn cerita yang bkin penasaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahhh Wid, makasih yah. Salam untuk keluarga di Makassar :)

      Delete

Followers

Powered by Blogger.